Kasihmu sangat sederhana tapi sangat berarti



Duapuluh tahun sudah aku menjalani hidup di dunia ini. Duapuluh tahun aku telah mengenalmu. Ibu, begitu kau mengajariku memanggilmu. 

Kau tau, tak pernah dan tak akan pernah ada kesempatan buat para anak untuk memilih siapa yang akan jadi ibu mereka. Begitu juga aku. Tidak, aku tak menyesal sama sekali terlahir dari rahim wanita sepertimu. Satu kehormatan, satu kebangaan luar biasa menjadi salah satu dari buah hatimu.

Aku punya empat saudara. Aku anak tertua diantara mereka, jadi aku harus menjadi terbaik dan menjadi panutan bagi mereka. itu yang selalu kau katakana padaku. Aku tak sebebas adik-adikku. Aku harus menjaga sikap. Aku harus selalu tunjukkan kesuksesan agar mereka bisa mencontohku. Aku tahu, kau menggantungkan cita-citamu padaku bukan? Kau menginginkan yang terbaik untukku. Bukan begitu ?

Kini aku mulai mengerti maksud baikmu padaku bu.

Tamat dari sekolah dasar, dengan umur yang masih sangat tergolong kanak-kanak, aku harus menjalani kehidupan di asrama. Kau tahu, tak banyak anak yang mau sepertiku. Terlalu cepat untuk berpisah dengan seisi rumah. Dengan adik-adik dan tentunya juga denganmu. Tapi bukan aku sendiri juga yang harus menjalani hidup demikian. Tinggal diasrama dengan anak-anak lainnya, mematuhi semua peraturan yang ditetapkan oleh asrama, dan hanya boleh bertemu dengan keluarga sekali dalam sebulan. Aku harus mencuci baju kotor sendiri, menyetrika baju sendiri, dan banyak hal-hal yang harus kulakukan sendiri tanpa kau melihat dan mengawasiku. Kau tak ada disebelahku untuk mengajariku cara mengerjakan sesuatu. Apakah caraku ini salah atau benar. Aku hanya melihat orang lain, bagaimana mereka mengerjakannya.


Tak hanya iri, bagaimana tidak. Aku melihat adik-adikku berada dekatmu setiap waktu. Makan malam bersama, saling bercerita, sesekali kau marah karena mereka terlalu jail satu sama lain. Tapi aku tak bisa berkata apa-apa. Sesekali rasa sunyi itu terasa pada diriku, walaupun setiap hari anak asrama begitu ramai.

Sering aku berfikir apakah ibuku tak sayang padaku ? apa aku bukan anak yang diharapkannya ? apakah beliau lebih sayang pada adik-adikku ?apakah adik-adikku sudah lebih dari cukup untuk menggantikan posisiku ? banyak pertanyaan yang tak ada habis-habisnya dalam diriku, tapi aku tak pernah berani mengungkapkannya. Begitulah, aku sering berfikir ibuku tak sayang padaku. Aku berfikir aku anak yang tak begitu berguna. Adik-adikku yang dikampung, setiap hari setelah mereka pulang sekolah, mereka masih bisa datang keladang untuk membantu ayahku bekerja. Itu berarti mereka lebih berguna dibanding aku.

Aku melupakan banyak hal. Karena aku terlalu egois. Setiap bulan, ibuku pasti gajian ke kabupaten ditempat aku sekolah. Tak jarang ibuku menyuruhku datang menemuinya. atau ibuku yang sekedar datang ke asrama. Padahal waktu sudah menunjukkan jam 5 atau jam 6. Ia, selalu sore. Karena rumah kami ke kabupaten lumayan jauh. Memakan waktu lebih dari 2 jam. Pastinya ibuku mengambil gaji ke kabupaten setelah beliau selesai mengajar dulu. Ibuku selalu berpisah dengan teman-temannya setelah mengambil gaji dari kantor. Teman-temannya selalu lebih dahulu pulang sebelum hari menjadi gelap. Tak ada yang terlalu penting. Ibuku hanya sekedar ingin bertemu denganku dan saling mengobrol hal-hal yang tak terlalu penting. Atau terkadang, kalau waktu tak terlalu sempit, ibuku mengajakku makan nasi campur*. Setelah itu, ibuku akan membawaku ke toko roti. Beliau akan menanyakan padaku roti mana yang kumau yang akan kubawa ke asrama. Untuk cemilan nanti diasrama. Memang ia, di asrama ada peraturan dimana setiap anak asrama gak boleh bawa makanan apalagi memakannya diwaktu yang tak tepat, pasti akan kena hukum. Tapi tak jarang anak asrama sembunyi-sembunyi membawa makanan yang akan dimakan di sela-sela waktu. Ibuku juga tahu peraturan itu, karena disaat dua seumuranku, ia juga pernah jadi penghuni asrama. Ia hanya ingin memenuhi apa yang kumau.

Hal kecil yang Kau lakukan ternyata karena cintamu padaku. Dan itu salah satu caramu untuk menunjukkannya padaku. Kini aku telah melihatnya. Saat itu, pastilah Kau sering sekali sampai di rumah disaat semuanya sudah menjadi gelap. Pasti ibuku tak ingin membiarkanku tinggal diasrama karena ia tak sayang padaku. Pasti dia ingin yang terbaik untukku. Tapi aku menyadari ini setelah sekarang. Setelah aku berumur duapulu tahun.

Disaat masa remaja, masa emas kata orang kebanyakan, aku menjalani SMAku masih jauh dari orang tua. kali ini aku menjadi anak kos. aku merasa, lebih enak jadi anak asrama daripada jadi anak kos. aku pun mulai berfikir, semakin aku dewasa, semakin aku harus bisa berjalan sendiri tanpa harus selalu dibimbing. Karena yang harus dibimbing itu hanyalah anak-anak. Dan aku bukan anak-anak lagi. Tapi masih sering terbersit dalam pikiranku betapa enak menjadi adik-adikku, karena sampai tamat SMP mereka masih tinggal serumah dengan orang tua.

Teringat saat aku hendak masuk SMA, aku harus menjalani test selama tiga hari. Sebelumnya aku tak tahu menahu mengenai sekolah itu. aku gak keterima disekolah impianku, mau gak mau aku harus melanjutkan study walau disekolah lain. jarak antara rumah dan sekolah lumayan jauh. Karena sekali perjalanan, kami akan menghabiskan waktu lebih dari tiga jam. Aku ingat saat itu, ibuku harus bangun pagi-pagi sekali bahkan sebelum aku bangun. Beliau memasak air hangat untukku mandi.  Karena masih pagi-pagi buta, tak mungkin aku mandi air dingin. Beliau menyiapkanku sarapan disaat orang-orang belum ada yang bangun. Bahkan adik-adikku juga belum. Jam 5 subuh, kami sudah berangkat dari rumah. Ayahku menghantar kami mengendarai motor yang tak begitu bagus. Mau gimana lagi, kami harus tarik tiga sampai Merek*. Karena kami hanya bisa menunggu bis di merek. Rumah kami agak pelosol. Jadi tak ada kendaraan yang lewat. Selama aku ujian test, ibuku sendirian menungguiku diluar ruangan. Berjam-jam ia sendiri diluar menungguiku. Ia tak bosan, ia tak capai. Tiga hari seperti itu, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Syukur..aku keterima di SMA itu. lumayan membayar rasa capek ibuku selama mengantar dan menjemputku selama masa ujian untuk masuk SMA itu.

Setamat SMA, satu kerinduanku untuk bisa kuliah di perguruan tinggi negeri dengan satu alasan, yaitu untuk mengurangi beban materi. Aku punya adik banyak, kalau aku kuliah di swasta, kasian ibuku harus selalu mengeluarkan uang begitu banyak tiap bulannya. Doa ku didengar olah Yang Kuasa. Aku keterima di salah satu perguruan tinggi negeri. Di pulau jawa. Tak apalah, aku harus meninggalkan kampung halamanku di Sumatra. Karena ibuku juga bangga punya anak yang bisa sampai ke jawa karena sekolah.

Saat itu ibuku menghantarkanku ke bandara. Aku tahu ini jauh lebih serius dibanding saat aku SMP dan SMA. Masing-masing tiga tahun jauh dari orang tua, tapi paling tidak sekali sebulan aku bisa pulang kerumah. Ibuku memelukku erat. Badannya terasa hangat bagiku. Aku sangat merindukannya saat itu, padahal aku sedang berada dalam pelukannya. Hanya satu tekadku. Aku gak akan cengeng. Aku adalah anak tertuanya yang harus sukses dan menjadi panutan adik-adikku. Tak ada yang bisa menggantikan letih seorang ibu selama ia merawatku dari sejak dikandungan hingga seperti sekarang ini.

Beliau memberiku sebuah payung lipat berwarna hijau, jika terkena air maka bunga-bunga akan muncul dipermukaan paying. Begitu indah payung pemberian ibuku. Awalnya aku berpikir hanya sebuah payung. Kini aku mulai melihat betapa bermanfaat payung pemberian ibuku saat aku hendak berangkat. Hujan, panas, aku selalu berteduh di bawah payung hijau itu. aku selalu terlindung dari panas juga hujan hanya karena payung itu.
Kini aku sangat mengerti dari semua yang Kau lakukan untukku. Semua demi kebaikannku. Bahkan banyak hal-hal kecil yang tak terlalu kelihatan Kau sampaikan padaku. Dan itu semua bukti tanda sayangmu padaku. Kau tak hanya sayang pada adikku. Kau juga sayang padaku. Bahkan aku pernah mendengar sebuah nama yang kau sebutkan saat kau berdoa. Ia..itu namaku.
Ibu..seharusnya aku tahu sejak dulu. Kau tak pernah tak mengasihiku. Kau tak pernah melupakanku walaupun kau lebih banyak menghabiskan waktumu dengan adik-adikku. Tanpamu aku tak akan bisa melihat dunia sampai sejauh ini. Sampai detik ini.
Satu kalimat untuk ibuku tercinta “ I love you mom”


*Merek = nama kecamatan. Kami harus melalu merek jika hendak kemana-mana. Pusat perbelanjaan terdekat juga ke sini.
*nasi campur = nasi yang sudah lengkap dengan sayur dan lauknya. Biasanya laukknya ikan sarden atau telur dan sayurnya pecel. Dan harganya relative murah dibanding yang lain.

Comments

Popular posts from this blog

Contoh Jaringan Kerja

Pengalengan Maret 2022

Metode Jalur Kritis