Kirana
Kirana Wijaya, usia 30 tahun dan memiliki seorang anak usia 2 tahun. Menjadi ibu rumah tangga yang serumit ini tidak pernah singgah dikepalanya hingga berakhir dikondisi sekarang ini. Mengurus satu anak bayi dan rumah yang tidak terlalu besar mengapa sangat melelahkan? Sering kali kehabisan energi tanpa melakukan satu hal yang besar.
Akhir-akhir ini sering terlintas
dibenak Kirana saat-saat dimana ia masih menjadi seorang karyawan. Bekerja
dibagian marketing selalu menuntutnya untuk energik, dan tidak pernah mengeluh
kelelahan karena bekerja. Mobilitas yang tinggi dan target yang harus dicapai selalu
memacu adrenalinnya untuk tetap gesit.
Menikah dengan Hendra Wijaya
adalah salah satu keinginannya. Mereka telah menjalin hubungan sejak kuliah. Hendra dan Kirana saling jatuh cinta di hari
pertama ospek. Hendra mengerti betul bahwa dirinya adalah seorang workaholic,
Hendra selalu mendukungnya selama ia tidak jatuh sakit hanya gara-gara kerjaan.
Tidak banyak pria dapat mengerti wanita yang workaholic, namun Hendra bahkan
mendukung apapun yang dilakukan Kirana. Kirana dan Hendra memutuskan untuk
menikah diusia mereka yang ke 27tahun.
Semakin hari, Kirana merasa ada
yang salah dengan dirinya. Ia merasa dirinya tidak begitu berharga. Aktifitas
yang sama setiap hari, membosankan, melelahkan, tetapi tidak ada pencapaian
apa-apa di dua tahun terakhir. Kirana merasa insekyur dengan status IRT. Jika
ia melihat postingan teman-temannya yang bebas bekerja, bisa nongkrong sepulang
kantor, rasanya ia juga ingin berada disana dengan mereka.
Sudah seminggu terakhir kirana berfikiran untuk kembali bekerja. Tapi keinginan ini belum ia utarakan pada suaminya. Ia masih bingung dengan nasib anak semata wayangnya tersebut. Apakah harus mencari baby sitter?
Apakah baby sitter adalah jalan satu-satunya untuk ia bisa kembali menjalani hari-hari yang normal? Ia membuka situs penyedia jasa baby sitter dan melakukan riset yang sangat detail. Disela-sela riset tersebut tidak sedikit juga muncul berita negatif mengenai baby sitter. Tidak sedikit baby sitter yang bahkan melarikan sang bayi, atau paling tidak sang bayi tidak diurus dengan benar selama orang tua tidak ada disekitar. Kirana pun kembali bingung. Memperhatikan bayinya yang sedang pulas tidur siang disampingnya.
“Nak, mama terlalu jahat ya? Nak,
mama sayang kok sama kamu, jangan berpikiran aneh-aneh ya mengenai mama”.
Kirana tiba-tiba nangis. Tak ingin membangunkan bayinya, ia berlari ke kamar
mandi dan menangis tersedu-sedu.
Disatu hari, sang bayi terlelap
pulas setelah hampir 30menit menangis tanpa henti. Ini adalah hal biasa bagi
Kirana, ia tidak lagi panik menghadapi rewelnya sang bayi. Biasanya jika sudah
mulai tertidur, Kirana akan punya waktu sekitar 1 hingga 2 jam untuk
beres-beres rumah. Waktu ini akan dimanfaatkan sebaik mungkin.
Setelah selesai beres-beres,
Kirana mandi, menggunakan dress kesayangannya dan duduk di depan cermin. Dia
merias wajahnya, mengoleskan lipstik di bibirnya, lalu memandangi dirinya yang
terpantul dari cermin. Riasan tidak dapat menutupi kelelahan di wajah itu, ia
sedih dan merasa kasihan pada diri sendiri. Lalu tiba-tiba saja ia menangis.
Menangisi diri sendiri, karena merasa gagal dan sedang menjalani kehidupan yang
melelahkan.
**
Sebenarnya ini bukan salah
siapa-siapa. Hendra mengerti betapa letihnya menjadi seorang ibu yang harus
merawat bayi berusia 2tahun. Itu sebabnya Hendra tidak pernah mengeluh jika
saat pulang kantor ia mendapati rumah yang berantakan. Tidak sekali dua kali
juga Hendra bangun lebih awal dan membuatkan sarapan, karena ia tahu sepanjang
malam aku begadang menjaga sang bayi. Aku beruntung mendapatkan suami seperti
dia.
Namun diwaktu yang bersamaan aku
semakin marah dengan diri sendiri. Diluar sana bahkan ada single mother yang
bisa menjalankan semuanya tanpa keluhan, masakkan aku dengan banyak keuntungan
harus mengeluh dan merengek pada Hendra?
Pagi itu Hendra tidak siap-siap,
padahal sudah pukul 6 lewat. Ia bermain-main dengan anak kami.
“Honey, udah jam 6 lewat loh.
Kamu cepetan mandi, sini anaknya biar aku gendong”
“Udah, ga usah...biarin main sama
papanya...jarang-jarang kan pagi-pagi bisa main sama papa...iya kan sayang...”
sambil mencium pipi bayi kami.
Aku lanjut menyiapkan sarapan dan
bubur sang bayi. 15 menit berlalu, semua sarapan sudah selesai.
“Honey, kamu ga berangkat
ngantor?”
“Hmm...cuti” katanya singkat.
“Kenapa? Ada usuran apa sampai
harus mengambil cuti?”
“Gak ada urusan apa-apa. Cuma mau
di rumah aja sama kamu dan si bayi kesayangan”
Aku tampak bingung dan mendekati
Hendra yang memandangi TV dengan sibayi dipangkuannya.
“Honey, ada yang salah?” kataku
sambil duduk bersila dan meliatnya serius.
“Gak ada Honey, justru tadinya
aku mau nanyai itu ke kamu. Ada yang salah? Kamu bahkan ga pernah lagi cerita
apapun ke aku udah 2minggu terakhir. Pagi sebelum ngantor, semua bekal udah
siap. Aku pamit, dan menghabiskan hariku di kantor sampai sore. Sorenya aku
pulang, dan makanan udah tersedia. Lalu kamu langsung tidur karena udah
kelelahan seharian. Begitu terus-terusan. Tapi badan kamu menunjukkan ada yang salah.
Kecapean?”
Aku nangis. Aku gak tau, alasanku
mengangis karna kalimat Hendra barusan atau aku merasa lega ada orang yang
mengerti sedikit lelahnya menjadi aku. Ntahlah, aku nangis dan Hendra menarikku
ke pelukannya dan mengusap punggunggu.
“Honey, maaf ya. Aku capek. Aku
ga seharusnya mengatakan ini. Ini kesepakatan kita berdua untuk menghadirkan
seorang bayi ditengah-tengah keluarga kita, namun sekarang aku merasa
kewalahan. Aku merindukan kesibukan yang dulu” Aku berusaha jujur walaupun
sedikit takut membuat Hendra merasa kecewa terhadapku.
“Kenapa ga cerita? Kenapa semua
dipendam sendiri? Hon, ada banyak jalan keluar disetiap masalah. Aku juga
merasa sakit ngeliat kamu berantakan akhir-akhir ini”
Hendra memutuskan untuk mengambil
cuti selama seminggu. Aku, Hendra dan sang bayi menyempatkan berkunjung ke
rumah orangtuaku dan ke rumah orang tuanya. Kami juga mengisi waktu untuk
liburan, dan mostly ke tempat-tempat kesukaanku. Rasanya udara yang kuhirup
benar-benar segar, memberiku banyak energi. Berkali-kali aku meminta maaf pada
Hendra dan bayi kami. Hendra juga membawaku menghadiri seminar parenting. Benar-benar
family time, dan aku merasa lega.
Sehari sebelum Hendra kembali
bekerja seperti biasa, Hendra mengajakku mengobrol di meja makan setelah bayi
kami tidur.
“Honey, aku punya sesuatu buat
kamu”
“Apa?”
“Ini aku buatin website untuk
kamu”
“Untuk aku? Kamu mau nyuruh aku
ngapain dengan website ini?”
“Sesuai kesepakatan kita, kalau
kamu juga gak mau melepas bayi kita di urus oleh baby sitter, namun kamu juga
ga mau ngelewatin hari-hari tanpa melakukan yang berarti, Aku rasa melalu web
ini, kamu bisa menuangkan semua ide maupun kemampuan kamu. Kamu mungkin bisa
lebih produktif dibanding orang-orang kantoran di luar sana”
“Honey....thats why i love you
more and more. Kamu selalu bisa menciptakan jalan keluar even menurutku semua
jalan adalah buntu” Kupeluk suamiku dengan erat.
~~
Setelah 1 tahun berlalu, aku
sering sekali mendapat tawaran untuk menjadi pembicara entah itu online maupun
offline sesuai tema yang aku angkat di websiteku. Mulai dari parenting,
memasak, hingga marketing. Aku benar-benar merasa produktif, karena selalu ada
target yang aku kejar, dan aku juga bisa mengawasi anakku 24jam full. Aku tidak
lagi iri dengan kesibukan orang lain, bahkan mereka sering sekali iri denganku.
Aku bisa nongkrong di kafe dengan anakku kapan aja, dan tidak melewatkan
kegiatannku menulis di portal websiteku.
Kirana, nama yang direncanakan
oleh ayahku bahkan sejak aku masih di dalam kandungan. Beliau berharap aku bisa
bersinar layaknya mentari paling tidak buat orang terdekatku. Kini, Kirana
benar-benar bersinar, tidak hanya di kantor yang memiliki 200 karyawan, namun
ribuan pembaca wesiteku dan para audiens di semua seminar-seminar yang aku isi.
Comments
Post a Comment