uniknya di balik angka-angka ini
Lain
lubuk lain ikannya. Demikian juga keadaan tiap-tiap daerah di seantero belahan
bumi ini. Masing masing memiliki kekhasan tersendiri. Walau zaman sekarang ini
sudah terbilang sangat modern dan masing-masing orang sudah memiliki
kepercayaan pada sang Pencipta, tidak sedikit orang-orang yang masih percaya
pada hal-hal yang dianggap mitos dan berbau gaib. Di barat, kita sering sekali
mendengar mengenai mitos mengenai angka 13. Angka 13 dianggap sebagai angka
sial. Demikian pula di berbagai belahan dunia lainnya. Kalau anda memperhatikan
nomor-nomor di dalam lift gedung-gedung tinggi dunia, Anda tidak akan menjumpai
lantai 13. Biasanya, setelah angka 12 maka langsung ‘loncat’ ke angka 14. Atau
dari angka 12 maka 12a dulu baru 14. Fenomena ini terdapat di banyak negara
dunia, termasuk Indonesia. Katakan sajalah nomor tiap ruang di rumah sakit atau
hotel. Sering sekali kita melihat angka yang tertera di pintu kamar akan diurut
dari angka 1 hingga 12 dan kamar selanjutnya akan di beri angka 14. Ini
pertanda bahwa angka 13 benar-benar masih di yakini, kalau angka tersebut
merupakan angka sial dan tidak akan ada orang yang rela terkena sial.
Sama
juga halnya dengan Negara jepang. Walaupun Jepang termasuk salah satu negara
dengan tingkat teknologi yang sangat maju, tetapi masyarakatnya juga terkenal
masih percaya akan mitologi. Segala hal yang berhubungan dengan alam gaib dan
kepercayaan selalu dipegang teguh di negara ini. Orang Jepang percaya ada angka
tertentu yang bisa mendatangkan kebaikan dan ada angka tertentu yang bisa
mendatangkan keburukkan. Untuk angka yang dianggap punya arti baik adalah 8.
Orang Jepang sangat suka dengan angka 8 karena dianggap sebagai lambang dari
kesempurnaan dan rejeki. Banyak sekali barang-barang yang dijual di Jepang
menggunakan akhiran angka 8.
Bertolak belakang dengan angka 8.
Penduduk Negara Sakura ini beranggapan bahwa angka 4 dan angka 9 adalah angka
keramat. Angka 4 dibaca “shi” yang
berarti ”mati”, sedangkan angka 9 dibaca “ku” yang berarti sengsara.
Oleh
karena itu, kalau kita pergi ke rumah sakit atau berkunjung ke gedung-gedung di
Jepang, kita tidak akan menemui lantai 4. Biasanya lantai 4 di rumah sakit akan
diganti dengan apotek, bukan untuk kamar pasien dan lantai 4 di gedung
perkantoran akan diganti dengan ruang fotokopi.
Comments
Post a Comment