NEXT by MICHAEL CRICHTON

Ada satu buku yang membuat saya penasaran, lalu memutuskan untuk membacanya. Di halaman awal ada tulisan, “Novel ini adalah fiksi, kecuali bagian-bagian yang bukan fiksi”. Saya berharap, bukan hanya saya yang menganggap kalimat ini lucu. Tapi justru kaliamat ini lah yang memutuskan saya membaca buku tersebut. Buku yang berjudul NEXT ini adalah karya dari Michael Crichton yang merupakan penulis best seller internasional.
Image result for next by michael crichton
Sampul novel NEXT

Di halaman-halaman awal, yang saya rasakan hanya kejenuhan saat membaca buku ini (ntah ini buku atau novel, saya ragu. Hihi). Banyak kosa-kata dan kalimat-kalimat berat yang harus dibaca berulang kali agar paham maksudnya. Rasa jenuh membaca buku ini berbanding lurus dengan rasa penasaran terhadap point-point apa yang buku ini akan sampaikan kepada saya.

Lalu, apa yang saya dapatkan dari buku yang merupakan campuran antara fiksi dan yang bukan fiksi ini?
Oke, mungkin yang tertinggal di kepala saya juga hanya beberapa hal yang benar-benar eye catchy (gak tau istilah yang tepat. Hehe). Buku ini menceritakan sebagian besar mengenai gen. Dimana dokter/ilmuwan melakukan penelitian dan eksperimen mengenai gen. Bioteknologi. Ntah itu ekperimen illegal maupun legal.

Kasus pertama, dalam buku ini diceritakan bahwa satu orang yang memiliki dua rangkaian DNA berbeda yang disebut chimera. Pada kasus seorang wanita yang membutuhkan transplasi ginjal menguji anak-anaknya sendiri sebagai calon donor, tetapi menemukan bahwa mereka tidak mempunyai DNA yang sama dengannya. Ia diberitahu bahwa mereka bukan anak-anaknya, dan diminta membuktikan bahwa ia benar-benar melahirkan mereka. Tuntutan hukum terjadi. Setelah penelitian cermat, para dokter menyadari tubuh wanita itu mengandung dua rangkaian DNA yang berbeda. Dalam indung telurnya, mereka menemukan telur-telur dengan dua jenis DNA. Sel kulit perutnya mempunyai DNA anak-anaknya. Kulit bahunya tidak. Ia seperti mosaik. Dalam setiap organ tubuhnya. Tentu saja, setiap kali ada pertanyaan tak terjawab mengenai garis keturunan, chimerisme perlu dipertimbangkan.

Kasus ke-2 pada buku ini ialah “Rencana Tuhan untuk Umat Manusia dalam Ilmu Genetika”. Seorang ilmuwan mempercayai bahwa Tuhan adalah pencipta DNA. Dan ia menentang pernyataan ilmuwan lain yang mengatakan bahwa rekayasa genetika seperti bermain-main dengan Tuhan. “Rekayasa genetika menggunakan sarana yang diberikan Pencipta kepada kita untuk melakukan pekerjaan yang baik di planet ini. Tanaman yang yang tidak dilindungi dimakan hama, atau mati beku dan kekeringan. Modifikasi genetis bisa mencegahnya, tidak terlalu memakan lahan, membiarkan lebih banyak belantara tak tersentuh, dan masih bisa memberi makan mereka yang lapar. Rekayasa genetika memungkinkan kita membagikan kemurahan hati Tuhan kepada semua makhluk ciptaanNya sebagaimana Ia kehendaki. Organisme yang dimodifikasi secara genetis menghasilkan insulin murni untuk penderita diabetes, faktor pembeku murni untuk penderita hemofilia. Sebelumnya para penderita ini banyak yang meninggal karena kontaminasi. Tentunya, yang menciptakan kemurnian ini adalah pekerjaan Tuhan. Siapa yang akan menyatakan sebaliknya?
“kadang-kadang kita mendengar opini bahwa kita tidak seharusnya mengubah DNA, titik. Tapi mengapa tidak? DNA tidak permanen. Seiring waktu, DNA berubah. Dan DNA selalu berinteraksi dengan eksistensi kita sehari-hari. Haruskah kita menyuruh para atlet tidak mengangkat beban, karena itu akan mengubah ukuran otot-otot mereka? Haruskah kita melarang mahasiswa membaca buku, karena itu akan mengubah struktur benak mereka yang sedang berkembang? Tentu saja tidak. Tubuh kita selalu berubah, juga DNA kita.
“Tetapi yang lebih nyata, ada lima ratus penyakit genetis yang berpotensi dapat disembuhkan dengan terapi gen. Banyak dari penyakit-penyakit ini yang mengakibatkan penderitaan pada anak-anak, dan kematian dini menyiksa. Penyakit-penyakit lain mengancam jiwa manusia seperti hukuman penjara seumr hidup; orang seperti menunggu penyakit itu datang dan menumbangkannya. Bukankah seharusnya kita menyembuhkan penyakit-penyakit ini, kalau bisa? Dan karenanya, kita harus mengubah DNA. Sesederhana itu.
“Jadi, kita memodifikasi DNA atau tidak? Ini pekerjaan Tuhan atau kesombongan manusia? Begitu juga topik yang paling sensitif, penggunaan sel benih dan embrio.

Kasus ke-3. Ilmuwan menumbuhkan telinga miniatur. Menurut para ilmuwan, banyak penduduk lansia Amerika memilih telinga yang agak diperbesar dan dimodifikasi secara genetis, daripada mengandalkan teknologi alat bantu dengar. Sebuah lab memproduksi telinga, yang jaringannya diambil dari Stelarc dibiakkan dalam bioreaktor mikrogravitasi yang berputar. Mereka mengeluarkan pernyataan bahwa telinga ini bisa diangga “bentuk kehidupan sebagian-sebagian dibentuk dan sebagian ditumbuhkan”. Kalau banyak orang memilikinya, tidak akan ada lagi yang memperhatikan. Mereka yakin, telinga besar akan menjadi standar baru.

Kasus ke-4. Penemuan gen kedewasaan. Gen pendewasaan dikatakan dapat meningkatkan keseimbangan dan kematangan perilaku. Ilmuwan telah melakukan eksperimen terhadap tikus. Terlihat hasilnya, anak tikus betina misalnya menunjukkan tanda-tanda perilaku keibuan, seperti menggulung tinja di kandang mereka, jauh lebih awal daripada normal. Saat seseorang pecandu narkoba menghirup gen pendewasaan tersebut (dikemas dalam bentuk spray), ntah gimana sesorang itu sembuh dari kebiasaan mengkonsumsi narkoba. Karena gen pendewasaan itu meningkatkan keseimbangan dan kematangan perilaku. Tapi apakah ada dampak negative dari penemuan ini? YAA. Umur tikus yang dijadikan objek percobaan, hanya bertahan 1/3 usia sewajarnya. Demikian halnya seseorang yang mencoba menggunakan spray ini, pada usia 30an, wajahnya sudah dipenuhi kerutan, rambut yang sudah memutih, bahkan mengunyah makanan pun sudah tidak kuat lagi. Intinya, tidak hanya pendewasaan yang terjadi. Tetapi penuaan. Dan mereka hanya bertahan 1/3 masa hidup yang seharusnya.

Kasus ke-4. Dikatakan bahwa simpanse paling mirip dengan manusia pada tahan janin, tetapi berbeda pada perkembangan di dalam rahim. Seorang ilmuwan penasaran terhadap kemampuan komunikasi antara kera dan manusia. Menurutnya, kera seperti penderita autis berat. Ilmuwan tersebutpun melakukan eksperimen dengan memasukkan langsung gen manusia ke dalam embrio simpanse untuk menciptakan hewan transgenik. Ia mengharapkan menghasilkan simpanse yang dapat berbicara. Hasilnya, BERHASIL. Lahirlah seekor simpanse yang bisa berbicara.

Kasus ke-5. Masih tentang transegik. Seekor kakatua yang diberi gen manusia, tidak hanya bisa berbicara, tapi juga bisa berhitung. Bahkan bisa menirukan suara apapun dengan persis. Burung kakak tua ini bahkan menganggap dirinya seorang manusia.

Dalam diri manusia, para ilmuwan menemukan beberapa gen (yang selama ini saya pikir ini adalah sifat), yaitu :
  • Penemuan gen keramahan.
  • Ilmuwan mengidentifikasi gen “induk”. Dasar genetis untuk mengendalikan orang lain. Gen ini terdapat pada orang-orang yang berprofesi sebagai politisi, para pemimpin dll.
  • Penemuan sindrom anhedonia, yakni ketikdakmampuan merasakan kenikmatan. Orang anhedonis menunjukkan emosi datar.
  • Masih ada lagi, tapi lupa.

Masih banyak hal-hal kontroversial dalam buku ini. Bahkan yang saya tulis di atas, saya tidak tahu apakah itu fiksi atau non fiksi. Tetapi itu beberapa hal yang menurut saya lumayan sangat kontroversial. Saya sarankan anda membacanya, walau itu semua hanya fiksi. Karna anda akan diajak untuk selalu bertanya-tanya “apa ia demikian?”, “masak sih?”, “kok bisa?”


Comments

Popular posts from this blog

Contoh Jaringan Kerja

Pengalengan Maret 2022

Ke -Bandung