Rumah
Anak muda di usia 20an nya, hanya karir lah yang menjadi prioritas hidup. Lalu bagaimana saat karir harus rela dilepas? Hanya ada setres, hilang, gelap, seolah-olah tidak bermasa depan lagi.
Jika akan mengetahui konsekuensi seperti itu, kenapa sok berani melepas karir yg didewa2kan itu?
Oke, akan saya perjelas sedikit. Semenjak semakin maraknya berita mengenai covid19, kepanikan pada orang2 juga bertambah. Sama halnya dengan ibu saya. Saya dilarang bekerja, karna takut akan terkena virus. Sudah dijelaskan panjang lebar bahwa saya bisa untuk jaga diri. Tapi dimasa-masa kalut seseorang, biasanya ia susah mencerna pendapat orang lain. Saya rasa ibu saya bahkan sudah di tahap lebay karna menyuruh saya untuk resign karna kantor saya tidak menerapkan wfh.
Saya pun memutuskan untuk resign sesuai maunya. Pulang ke rumah dengan status pengangguran. Biarlah sekali ini saya coba nurut padanya. Saya seperti anak sapi yg digirik tuannya masuk kandang, padahal masih pengen main di luar, karna masih sore. Tapi saya harus manut karna sudah kalah berdebat. Terlintas dipikiran saya, sepenting apa nyawa seorang anak bagi orang tua? Bukankah yg punya nyawa justru lebih tahu untuk menentukan hidup&mati bagi dirinya sendiri??
Sesampainya di rumah dalam keadaan kalah, ada banyak pemikiran.
-what happen with me?
-what im doing right now?
-am i crazy?
-so, is the future still there?
-how will i survive for tomorrow?
Gosshhh,
Dunia berasa runtuh. Tapi diwaktu yg bersamaan, saya sadar,."oh, ini yang dinamakan rumah, tempat pulang & berlindung disaat masa2 tersulit. Ternyata saya masih memiliki nya"
Rasanya memang saat ini, ada banyak org2 yg struggle bersama dengan saya, hanya saja dengan versi yg berbeda.
Berharap keadaan segera membaik. Kita-kita orang segera recovery secepatnya. Mulai dari 0 tidak mudah. Namun, selagi nafas masih menyatu dengan raga, di luar sana masih banyak kemungkinan-kemungkinan yg bisa terjadi. Syukur-syukur ada keajaiban yg menghampiri.
Ciayooo....
Jika akan mengetahui konsekuensi seperti itu, kenapa sok berani melepas karir yg didewa2kan itu?
Oke, akan saya perjelas sedikit. Semenjak semakin maraknya berita mengenai covid19, kepanikan pada orang2 juga bertambah. Sama halnya dengan ibu saya. Saya dilarang bekerja, karna takut akan terkena virus. Sudah dijelaskan panjang lebar bahwa saya bisa untuk jaga diri. Tapi dimasa-masa kalut seseorang, biasanya ia susah mencerna pendapat orang lain. Saya rasa ibu saya bahkan sudah di tahap lebay karna menyuruh saya untuk resign karna kantor saya tidak menerapkan wfh.
Saya pun memutuskan untuk resign sesuai maunya. Pulang ke rumah dengan status pengangguran. Biarlah sekali ini saya coba nurut padanya. Saya seperti anak sapi yg digirik tuannya masuk kandang, padahal masih pengen main di luar, karna masih sore. Tapi saya harus manut karna sudah kalah berdebat. Terlintas dipikiran saya, sepenting apa nyawa seorang anak bagi orang tua? Bukankah yg punya nyawa justru lebih tahu untuk menentukan hidup&mati bagi dirinya sendiri??
Sesampainya di rumah dalam keadaan kalah, ada banyak pemikiran.
-what happen with me?
-what im doing right now?
-am i crazy?
-so, is the future still there?
-how will i survive for tomorrow?
Gosshhh,
Dunia berasa runtuh. Tapi diwaktu yg bersamaan, saya sadar,."oh, ini yang dinamakan rumah, tempat pulang & berlindung disaat masa2 tersulit. Ternyata saya masih memiliki nya"
Rasanya memang saat ini, ada banyak org2 yg struggle bersama dengan saya, hanya saja dengan versi yg berbeda.
Berharap keadaan segera membaik. Kita-kita orang segera recovery secepatnya. Mulai dari 0 tidak mudah. Namun, selagi nafas masih menyatu dengan raga, di luar sana masih banyak kemungkinan-kemungkinan yg bisa terjadi. Syukur-syukur ada keajaiban yg menghampiri.
Ciayooo....
Comments
Post a Comment