Pengalaman Shoko Tendo

Narkoba dan obat-obat terlarang lainnya mutlak tidak bisa dikonsumsi sembarang. Berbahaya. Saya tahu ini sejak dibangku SMP saat pelajaran IPA. Mungkin era sekarang, anak SD sudah mendapat pendidikan mengenai hal ini. Apalagi di Indonesia, akhir-akhir ini sudah sangat digalakkan pemahaman tentang obat-obat terlarang ini untuk meminimalisir korban.
Selama ini saya hanya sebatas tahu kalau mengkonsumsi narkoba itu berbahaya. “Emang kenapa kalau seseorang itu mengkonsumsi narkoba? Apa dampaknya? Kalaupun ada resiko, kan dia sendiri yang menanggung akibatnya”. Itulah yang selama ini terlintas di kepala saya karna terbatasnya pengetahuan mengenai narkoba dan obat-obat terlarang itu.

Tapi setelah saya membaca novel/buku “Yakuza Moon”, sedikit banyak saya jadi lebih tahu betapa bahayanya narkoba itu, betapa kejamnya narkoba itu, betapa ia melebihi setan yang gila.
Buku “Yakuza Moon” adalah kisah nyata sipenulis yang bernama Shoko Tendo. Shoko tendo adalah putri sekaligus anak ketiga dari empat bersaudara. Ayah mereka seorang yakuza (Yakuza adalah sejenis gengster di Jepang). Pada buku tersebut ia menceritakan bahwa diawal kehidupan mereka, semua berjalan lancar. Keuangan yang sangat baik, tak ada kebutuhan yang tak terpenuhi.


Menjadi keluarga Yakuza tidak selamanya berjalan menyenangkan walaupun tampaknya semua kemewahan melekat pada diri mereka. Mereka juga harus siap menjadi bahan gunjingan diantara tetangga-tetangga. Sama halnya dengan Shoko tendo. Semenjak bisnis ayahnya mulai kendor, teman-teman sekolahnya tak lagi segan-segan untuk membullynya. Ia menjadi gadis yang terasing saat masih duduk di bangku SD. Pelariaannya saat itu menjadi seorang Yanki. (Yanki adalah sebutan untuk anak (ABG) liar yang mengecat putih rambutnya dan kebut-kebutan mobil/motor dengan knalpot tanpa peredam suara. Intinya yanki adalah anak berandal). Anak-anak yanki biasanya memiliki geng. Mereka akan kabur dari rumah, menghirup thinner, dan tak jarang masuk rumah penjara anak-anak.

Jika bertemu dengan geng baru yang lebih dewasa, maka genk yanki yang hanya berani menghirup thinner hanya akan dianggap sebagai ayam sayur. Maka saat diperkenalkan dengan bubuk amfetamin dan jarum suntik, mereka akan berlagak kalau itu bukan pertama kali bagi mereka walau sebenarnya memang ia. Mereka akan antri mendapatkan suntikan narkoba seseorang memiliki banyak barang.

Diceritakan pada buku ini bahwa Shoko yang pertama kali mendapat suntikan ia merasakan hawa dingin menyergap tubuhnya dan seolah-olah rambutnya berdiri. Saat diberi satu suntikan lagi, ia merasakan ada halilintar menyambar-nyambar dari ujung kaki hingga kepala. Ia dan gengnya lalu menghabiskan malam dengan menghisap ganja, tertawa-tawa, dan bercanda. Namun, ketika matahari terbit, dia merasa terengah-engah dan tubuhnya yang semula seperti mengambang di udara mulai terasa berat. Perasaan gembira berubah menjadi nyeri. (liat saja efek awal dari penggunaan obat-obat terlarang ini). Untuk menghilangkan nyeri ini, mereka akan menyuntikkan narkoba lagi pada tubuh mereka. Begini seterusnya seperti lingkaran. Pastinya makin lama dosisnya makin tinggi. Hingga mereka benar-benar ketergantungan dan akan melakukan apapun untuk mendapatkan suntikan itu. Karena tubuh mereka benar-benar haus.

Shoko Tendo bahkan mengakui, saat ia pulang ke rumahnya tak ada yang berubah disana. Bisnis keluarganya makin memburuk, ayahnya suka marah-marah dan mabuk-mabukan bahkan melakukan kekerasan terhadap mereka. Obat-obatan itu tidak merubah keadaan sama sekali.

Mengakhiri keranjingan narkoba sangat berat (kata si penulis). Mereka para pengguna biasanya akan mengalami delusi. Ada yang menanam keyakinan bahwa pacarnya mengkhianati dia dan ia kemuadian membakar rumah gadis itu. Ada yang meyakini bahwa pori-pori kulitnya penuh belatung dan ia menyayat kulitnya sendiri dengan pisau. Berjam-jam ia menekan bintik-bintik dikulitnya sampai kulitnya menjadi rusak dan bernanah (bintik-bintik di kulit biasa muncul pada pecandu). Ada yang meyakini bahwa seseorang sedang mengawasi dirinya, sehingga ia menutup semua jendela di rumahnya dengan selotip. Ia mencabut semua peralatan di rumahnya dari arus listrik dengan keyakinan itu akan membuat “mereka” berhenti menyadapnya. Ada yang berdelusi bahwa ia bisa mendengar para tetangga sedang menjelek-jelekkannya. Karena itu, ia akan lari ke depan rumah dengan mengacung-acungkan pisau, tapi begitulah tak ada satu orang pun disana. Ia berjalan menyelinap-nyelinap di jalanan dan menoleh kebelakang setiap saat, karena ia meyakini bahwa seorang sedang membututinya. Bahkan saat menyetir, ia akan selalu memperhatikan kaca spoin. Ia meyakini jika ia diburu yakuza, dan mencari perlindungan di kantor polisi. Pemakai narkoba juga pastinya tak jau dari sex bebas.

See,,,mungkin masih ada efek yang lebih parah. Bisa bayangin yg lebih parah?

Comments

Popular posts from this blog

Contoh Jaringan Kerja

Pengalengan Maret 2022

Metode Jalur Kritis