Waktu itu, jadi a freelancer
Beberapa waktu lalu,
saya sempat bekerja sebagai freelancer di sebuah company kecil. Mungkin kalau
company ditranslate ke bahasa Indonesia menjadi perusahaan. Yang namanya
perusahaan, walaupun kecil dalam bayangan kita pasti yang namanya perusahaan
sudah lumayan wah. Tapi ini benar-benar kecil. Bahkan sangkin kecilnya,
officenya hanya berkisar 3x3m lebih kurangnya. Pegawai yang bekerja di office
setiap harinya hanya 3 orang ditambah ownernya 1 orang. Jadi total hanya 4
orang yang bekerja setiap harinya dalam 1 office. Saat saya masih menjadi
frelencer disana, ya mentok-mentoknya ditambah saya menjadi 5 orang.
Owner company ini adalah
orang asing dari Belgia, tapi dia sudah stay di Indonesia cukup lama. Dia mendirikan
company ini sejak ia menikah dengan istrinya. Mereka mempunyai 2 orang anak
yang sudah cukup besar. Anak pertama sudah kelas 1 SD. Jadi sudah cukup lama
juga company ini berdiri.
Selama saya menjadi
freelancer disana, semua pekerjaan dikirim dari luar negeri lalu digarap disini
dan hasilnya dikirim kembali ke sana. Begitu seterusnya. Kenapa susah-susah
pekerjaan dari luar, kenapa pekerjaan tidak yang di dalam negeri aja ? ini
urusan pribadinya. Saya tidak akan membahas ini.
Tadi saya sudah
singgung masalah anaknya. Dia memiliki dua orang anak yang sudah mulai besar.
anak pertama yang sudah kelas 1 SD adalah perempuan dan adiknya laki-laki dan
belum sekolah. Saya suka melihat bagaimana ayahnya mendidik anak-anaknya dan
merasa sedikit kagum.
Anak-anak sekecil itu
diajari dan sangat fasih bicara dalam bahasa inggris, belanda, dan Indonesia. Wau,
saya sangat salut dalam hal ini. Mereka mengajarkan bahasa ibu dari kedua orang
tua mereka di tambah bahasa inggris yang mungkin menurut mereka sudah menjadi
hal wajib.
Anak-anak juga tidak
diperbolehkan seenaknya dengan alat elektronik. Terkadang saat mereka ingin
bermain internet, mereka meminta izin dulu pada ayah mereka dan biasanya di
batasi sekitar 15 menit. Kalau misalnya ayahnya bilang “nanti”, mereka nurut
tidak rewel merengek-rengek dan bilang “harus sekarang”. Saat mereka ingin
SMSan dengan temannya, biasanya menggunakan HP ayahnya karena mereka tidak
punya HP pribadi (masih kecil ia kan ? tapi tidak jarang juga kita temui bayi
baru lahir saja sudah punya HP). Terkadang ayahnya yang mengetik, dan anaknya
yang memberitahui kaliamat apa yang harus diketik.
Mereka sangat senang
ngobrol dengan ayahnya. Hal apapun itu. Mereka sangat-sangat-terbuka satu
dengan lain. Terkadang mereka ngobrol layaknya orang dewasa, mereka ngobrol
dengan serius. Tapi jika disekitar mereka ada orang dan tidak ingin mengetahui
hal apa yang sedang mereka perbincangkan, mereka akan menggunakan bahasa
belanda. Tapi kalau itu perbincangan yang biasa-biasa aja, mereka akan
menggunakan bahasa inggris ataupun Indonesia. Cukup cerdas bukan ?
Buat yang frend2 yang belum
nikah, usahain nikah sama bule…nanti minimal anaknya bisa bilingual loh…haha
(pengen balek kerja,
tapi lagi mumet mikirin tugas akhir..huekk)
Comments
Post a Comment