Hidup Green Untuk Orang Banyak
Beberapa hari yang lalu, saya ke perpustakaan pusat
dan menghabiskan waktu seharian di perpustakaan dengan membaca-baca buku.
Memang hari itu kuliah saya diliburkan, karena dosen yang berkaitan sedang
berada di luar negeri. Saya juga malas berdiam diri di kos karena teman-teman
kos saya juga sedang berada diluar kos. saat hendak pulang, saya mencari beberapa
buku untuk dipinjam dan akan saya baca di kos, kalau tidak malas pastinya. Saya
berniat meminjam buku pondasi dan novel. Saya langsung menuju rak buku tempat
buku yang saya inginkan. Tetapi saat mengambil buku pondasi, saya melihat satu
buku yang berjudul “Green Architecture Pengantar Pemahaman Arsitektur Hijau di
Indonesia” saya langsung tertarik pada buku ini.
Mungkin karena saya mahasiswa teknik sipil, jadi ada
ketertarikan mengenai isi buku ini. Saya melihat ada dua jilid, tapi saya
putuskan untuk mengambil jilid pertama. Saat saya membaca lembar pada buku ini
yaitu bagian prolog saya sebagai mahasiswa teknik sipil benar-benar merasa malu
dan ingin menjadi bagian perubahan Indonesia dimasa depan. Dibagian prolog, pak
Tri Harso Karyono sebagai penulis buku ini menceritakan alasan sehingga beliau menulis buku ini.
Ada beberapa dialog diantara penulis dan
teman-temannya (semua merupakan orang asing yang bergerak dibidang arsitektur)
saat melihat gedung-gedung tinggi di ibu kota. Menurut saya percakapan mereka
cukup geli tapi ini meruapakan hal yang benar-benar serius. Seorang teman
penulis berkata “ini benar-benar bencana arsitektur
! bangunan dirancang tanpa pertimbangan iklim sama sekali. Semua bangunan
dibungkus dengan kaca yang menimbulkan ‘efek rumah kaca’. Betapa panasnya ruang di dalam bangunan,
betapa besar energy dihamburkan untuk mendinginkan bangunan!”. Melihat keadaan
ibu kota yang dipadati kendaraan teman penulis yang lainnya berkata “ini mirip new delhi”, dan tiba-tiba
ditangkis oleh teman penulis lainnya, katanya “saya kira berbeda. di New Delhi, jalanan dipenuhi kendaraan umum,
sementara disini jalan dipadati kendaraan pribadi”
Hanya membaca bagian prolognya saja, saya sudah sangat-sangat-sangat
setuju dengan perbincangan mereka. karena memang begitulah keadaannya. Setelah
membaca buku ini, saya semakin melihat problem yang berkepanjangan di negeri
ini dan saya harap kedepannya terjadi perubahan yang positif.
Walaupun saya jurusan teknik sipil, tetapi jarang
sekali diperkuliahan diperlihatkan masalah-masalah yang sebenarnya sedang
terjadi dan apa perubahan yang harus kita lakukan kedepannya pada saat kita sudah berada di lapangan/dunia
kerja. Apa yang seharusnya kita lakukan dan apa yang tidak. Saya melihat
melalui buku ini bahwa ternyata dari tangan kita yang berkecimpung di dunia
sipil/arsitektur dapat mendorong kemunduruan alam jika kita tidak benar-benar bekerja
dengan cerdas.
Di Indonesia, yang merupakan Negara tropis ternyata
kaca bisa menjadi problem dan memang sudah menjadi problem besar. Lihat saja,
ternyata bangunan yang memiliki dinding kaca yang banyak kita temui di
kota-kota besar sangat tidak cocok diaplikasikan di negara kita ini. Tapi
kenyataannya, hampir semua gedung mewah, ditutupi oleh kaca sebagai pengganti
dinding. Jika kita melihat bagunan di luar negeri, banyak yang menerapkan hal
yang sama. Tapi mereka melakukannya dengan tujuan menghangatkan ruangan dari
penyerapan panas lewat suhu. Sedangkan kita memiliki iklim tropis yang
cenderung panas. Jika ingin menjadikannya sebagai nilai estetika, pikirkan
dampak yang cukup serius. Ada cara untuk mensiasatinya. Jika sebagai pembantu
penerangan, ada juga cara mensiasatinya sehingga yang masuk ke ruangan itu
adalah cahaya matahari, bukan panas langsung dari matahari.
green building |
Kita tahu, bahwa kaca yang terkena langsung oleh
panas matahari akan menyerap panas apalagi yang warnanya gelap dan panas yang
masuk ke ruangan akan memanasi benda-benda dalam ruangan dan menyebabkan suhu
ruangan panas (sama seperti perilaku efek rumah kaca). Jika suhu ruangan tidak
nyaman, maka aktifitas kita tidak akan optimal. Lalu solusi yang kita gunakan
adalah menggunakan AC sebagai pendingin ruangan. AC yang digunakan untuk
bangunan besar tidak cukup menggunakan AC satu, pasti diperhitungkan hingga
suhu ruangannya benar-benar nyaman digunakan untuk beraktifitas (biasanya
jumlahnya sangat banyak). Jangankan bangunan-bangunan besar seperti kantor,
mall dll, zaman sekarang rumah tinggal saja sudah tidak menjadi hal mewah lagi
jika menggunakan AC.
Coba saja dinding yang dipakai bukan kaca, maka
penyerapan panas tidak akan sebanyak jika menggunakan kaca, dan AC tidak
menjadi kebutuhan pokok di tiap ruangan. Dalam hal ini, bagi penerus
perancang-perancang masa depan, perlu berpikir ‘green’. Bagaimana caranya agar
kita bisa menghemat penggunaan energy. Bayangkan bangunan lantai tingkat
banyak, berapa banyak energy yang dihabiskan hanya untuk mendinginkan ruangan
yang panas. Paling tidak, kenali keadaan iklim kita terlebih dahulu, bagaimana
caranya agar gedung yang kita bangun nantinya bisa nyaman dihuni dan tetap
sejuk tanpa memprioritaskan AC. Kenapa bukan fentilasi yang di optimalkan, dan
ruang utama jangan menghadap timur atau utara, karena panas akan banyak
terserap dan kita harus mendinginkan suhu ruangan tersebut.
bangunan yang dilapisi kaca tidak terlalu cocok dengan ilkim di Indonesia |
Saat kita merancang bangunan umum, sebisa mungkin
rancang jugalah lahan hijaunya. Bahkan lahan hijau ini estetikanya lebih dapat
dibandingkan dengan bangunan yang serba kaca. Selain estetika, pastinya lahan
hijau akan membantu membersihkan udara yang sudah sangat kotor dengan gas co2.
Dan hal tidak kalah penting, kita harus memikirkan akses. Akses kendaraan umun
dan untuk pejalan kaki.
Trotoar hal yang sangat penting bagi pejalan kaki,
tetapi kenapa sering sekali diabaikan ? banyak jalanan yang tidak memiliki
trotoar. Hanya ada badan jalan. Berarti secara tidak langsung pengguna jalan
dituntut menggunakan kendaraan. Dalam jarak yang dekatpun akan ditempuh dengan
kendaraan. Coba saja tersedia trotar yang nyaman, saya rasa jika hanya berjarak
500-1000m orang-orang akan memilih untuk jalan kaki. Tidak heran zaman
sekarang, pelajar saja sudah memiliki kendaraan pribadi. Inilah alasan kenapa
jalanan dipadati oleh kendaraan pribadi. Kita orang Indonesia masih saja
berusaha hidup mewah ditengah kemelaratan. Mungkin jika kita menggunakan
kendaraan umum saat bepergian, tidak akan terlihat mewah. Dan PR untuk
pemerintah agar kendaraan umum tolong di upgrade senyaman mungkin dan jumlahnya
memadai, sehingga orang-orang yang memiliki kebiasaan hidup green tidak terlalu
lama menunggu di halte.
pejalan kaki harus berjalan di badan jalan, ini bahaya |
Kita yang melulu tinggal di kota dan bisa
menggunakan energy seboros kita mau kenapa tidak perrnah mulai berfikir green,
dan hemat energy ? apalagi orang-orang kaya yang rumah tinggal saja menggunakan
AC, menggunakan Lift, yang TV nya lebih dari 2, dan banyak lagi peralatan yang
memboroskan energy. Kenapa tidak berfikir energy yang harusnya kalian pakai
untuk menyalakan AC, dikasih ke orang-orang yang tinggal di pedalaman yang
listrik aja mereka belum kenal. Coba di akumulasikan, pasti penggunaan energy
di Indonesia bisa merata. Tidak berat sebelah.
Comments
Post a Comment